Cara Membuat Kompos Pupuk Organik

on Kamis, 04 April 2013
Kompos Sistem Terowongan Udara
Membuat kompos dengan sistem terowongan udara, yaitu dengan menumpukkan daun-daun, potongan rumput dan bahan lain di atas segitiga panjang yang terbuat dari bambu atau kayu. 
 
tahapan pembuatan kompus 
Bahan :
1.      Daun, rumput
2.      Sampah organik
Cara membuat:
1.      Buat terowongan segitiga.
2. Terowongan udara terbuat dari bambu atau kayu berukuran kira kira : tinggi 20 cm, panjang 1.5 - 2 meter. Buatlah dua buah dan letakkan berdampingan.
3.  Tumpuklah daun dan  bahan yang lain diatas satu terowongan udara & biarkan yang satunya.
4.  Tambahkan bahan & siram dengan air secara teratur setiap hari agar tumpukan tetap lembab.
5. Setelah bagian bawah mulai menghitam (seperti tanah), baliklah tumpukan keatas terowongan udara yang satunya. Tumpuk bahan yang baru di atas terowongan yang lama.
6.    Jaga kelembaban tumpukan dengan menyiramnya secara teratur & biarkan sampai menjadi kompos (kira-kira 6 minggu atau warnanya kehitaman semua).
7.     Setelah bahannya menjadi kompos, bisa digunakan untuk kebun. Ulangi lagi proses diatas, supaya anda selalu punya kompos.
8.   Kompos yang anda buat sendiri ini bisa digunakan untuk kesuburan tanah dan kesehatan tanaman anda.
thumbnail
Kompos Sistem Terowongan Udara Membuat kompos dengan sistem terowongan udara, yaitu dengan menumpukkan daun-daun, potongan rumput dan ba...
Baca Selengkapnya »

Teknik Okulasi (grafting)

on Senin, 01 April 2013
Tehnik Okulasi (grafting) Pada Tanaman Kehutanan


Grafitng atau ent, istilah asing yang sering kita dengar itu, adalah menghubungkan batang bawah dan batang atas dari tanaman yang berberda, sehingga membentuk persenyawaan. kombinasi ini akan terus tumbuh membentuk tanaman baru.
Mengenten atau Penyambungan (Grafting) serta Okulasi atau Penempelan Mata Tunas (Budding) merupakan teknik perbanyak tanaman yang dilakukan secara vegetatif. Selain kedua teknik ini masih ada teknik-teknik yang lain seperti Mencangkok (Air Layering) dan Perundukan Tanaman (Ground Layering). Pada teknik perbanyakan secara Grafting perlu disediakan bagian tanaman sebagai calon batang atas dan bagian tanaman sebagai calon batang bawah (dari tanaman sejenis). Umumnya calon batang atas adalah tanaman yang produksinya diutamakan sedangkan batang bawah adalah batang yang memiliki ketahanan terhadap faktor lingkungan seperti kekeringan dan lain sebagainya. Untuk penyambungan, calon batang bawah dipotong berbentuk huruf v sedangkan batang atasnya dipotong menyerong kiri-kanan agar dapat diselipkan secara tepat pada batang bawah. Setelah diselipkan secara tepat, sambungan ini lalu di ikat membentuk satu tanaman utuh
Add caption

).Tahap-tahap okulasi
Secara umum pekerjaan okulasi ini terdiri  dari pengirisan batang pokok (membuat jendela okulasi), pengambilan dan penyisipan mata, pengikatan tempelan, pelepasan ikatan, dan pemotongan batang bawah. Pelepasan ikatan dan pemotongan batang bawah sering juga disebut pemerliharaan okulasi.

 a.    Mengiris batang bawah (membuat jendela okulasi)
Bentuk irisan tergantung pada cara okulasi yang kita pilih. Misalnya kita lakukan irisan dengan bentuk huruf T, apabila kita melakukan okulasi cara huruf T.  Irisan ini dibuat pada bagian kulit yang halus, irisan tidak boleh terlalu dalam, dan kedalaman yang baik adalah setebal kulit batang. Jika irisan terlalu dalam dan melukai bagian kayunya dapat mengakibatkan kegagalan okulasi.
Posisi atau letak jendela okulasi harus memperhatikan letak matahari, bila matahari berada di sebelah utara katulistiwa, maka letak jendela okulasi diusahakan di sebelah selatan. Begitu juga bila matahari berada di sebelah selatan katulistiwa maka letak jendela okulasi berada di sebelah utara. Hal ini untuk menghindari agar tempelan tidak terkena sinar matahari secara langsung. Cara ini berlaku hanya pada bibit batang bawah yang disemaikan dalam bedengan. Bila batang bawah disemaikan pada polybag/pot letak jendela okulasi tidak menjadi masalah, karena bibit yang disemaikan dalam polybag mudah diatur letak/posisinya.

b.   Mengambil mata tempel
    Pengambilan mata dapat dilakukan dengan tiga cara. Dengan demikian dapat diperoleh bentuk mata tempel yang sesuai dengan cara okulasi yang digunakan.
Ketiga macam bentuk pengambilan mata yaitu :
1)Segi empat
Bentuk sayatan segi empat dapat diperoleh dengan mengiris secara horizontal ± 1,5 cm di atas dan di bawah mata tunas. Kemudian ujung-ujung irisan kita hubungkan sehingga membentuk segi empat. Selanjutnya mata tempel kita lepaskan dengan menggunakan pisau atau kuku. Cara ini dilakukan apabila keadaan/kondisi batang atas mudah di kelupas kulit kayunya.
2)Sayatan
Bila cara pengambilan mata bentuk segi empat sulit dilakukan dapat dilakukan pengambilan mata dengan bentuk sayatan. Penyayatan dapat dimulai dari atas atau dari bawah mata. Panjang sayatan ± 3 cm, dan mata tunas berada di tengah-tengah sayatan.
Dalam penyayatan ini dapat diikutsertakan sedikit kayunya. Setelah tersayat dengan pelan-pelan kayunya di lepaskan. Kemudian kita lihat dari balik mata tunas, apakah mata tunasnya berlubang atau tidak, bila mata tunasnya berlubang tidak dapat digunakan untuk okulasi karena mata tersebut telah rusak.

3)Bulatan/tempel
Pengambilan mata tunas yang bulat tidak menggunakan pisau okulasi, tetapi menggunakan pisau khusus yang berbentuk seperti stempel bulat. Pisau ini ditancapkan pada cabang tempat mata tunas, lalu di angkat sehingga mata tunas beserta kulitnya akan menempel pada pisau.

c.  Penyisipan/penempelan mata tunas
        Mata tunas yang diperoleh kemudian disisipkan pada jendela okulasi yang telah dibuat pada batang bawah..

Penyisipan ini harus dilakukan secara hati-hati, jangan sampai merusak kambium. Pada saat penempelan mata tunas, jangan sampai ada kotoran yang menempel pada kambium karena dapat mengganggu menyatunya penempelan    
 
d. Mengikat tempelan
Untuk mengikat tempelan dapat menggunakan plastik polianil khlorida. Ukuran tali pengikat kira-kira panjang ± 20 cm lebar ± 1,5 cm, dan tebalnya 0,1 mm. Cara mengikat tempelan dari bawah ke atas atau sering disebut dengan sistim genteng.

Perlu diperhatikan dalam pengikatan ini mata tunas jangan diikat terlalu erat. Hal tersebut dapat mengaki batkan kerusakan pada mata tunas, atau bila memungkin kan mata tunas tidak perlu diikat.     
 Ikatan    

e. Membuka ikatan
Setelah kurang lebih 1 bulan setelah pelaksanaan okulasi, ikatan dibuka untuk dilihat mata tempelnya.

Bila mata tempel masih kelihat an hijau segar dan sudah melekat dengan batang bawah pertanda okulasi ini berhasil. Bila mata tempel berwarna hijau kemerahan atau hitam maka okulasi ini gagal.
Okulasi yang berhasil

f. Memotong batang bawah
Pemotongan batang bawah dilakukan bila okulasi tersebut sudah dipastikan hidup.  Pemotongan ini dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu:
Ø    Batang bawah langsung dipotong ± 1 cm di atas okulasi/ mata tempelan dengan bentuk potongan miring kebelakang, sehingga air hujan/siraman dapat  jatuh dan tidak mengenai tempelan.

Ø    Batang pokok ± 10 cm di atas mata tempel, dengan tujuan apabila tunas sudah tumbuh tinggi dapat digunakan untuk mengikat tunas, agar tunas dapat tumbuh tegak lurus.  Apabila tunas sudah tumbuh mencapai ± 30 cm, maka batang bawah dipotong dengan ketinggian ± 10 cm di atas tempelan.

Ø   Tinggi pemotongan batang bawah sangat tergantung pada jenis tanamann. Misal tanaman adpokat, pemotongan batang bawah dilakukan pada ketinggian ± 30-40 cm di atas tempelan. Bila pemotongan dilakukan terlalu pendek,  tunas okulasi akan mati bersama batang di atasnya.

Ø    Pemotongan tidak dilakukan sekaligus yaitu batang bawah cukup dipotong ½ batang ± 10 cm di atas temepelan. Kemudian batang bawah di lengkungkan. Hal ini dimaksudkan agar peredaran makanan masih berlangsung sehingga pertumbuhan tunas lebih cepat dan kuat. Setelah tunas okulasi dirasakan sudah cukup kuat, batang bawah baru dipotong seluruhnya.


Untuk menghindari terjadinya infeksi maka luka bekas potongan segera ditutup.  Penutupan ini dapat dilakukan dengan menggunakan lilin atau cat untuk menjaga agar pertumbuhan tunas okulasi dapat tegak lurus. Tunas yang tumbuh segar diikat pada patok/tiang (bila dilakukan cara pemotongan yang pertama).


Tunas yang tumbuh segar diikat pada patok/tiang (bila dilakukan cara pemotongan yang pertama).
Bila pemotongan batang bawah menggunakan cara yang kedua dan ketiga, maka langsung diikat pada batang bawahnya.     
Pengikatan tunas okulasi   
  
2).Cara okulasi
Banyak cara okulasi yang bisa dilakukan diantaranya adalah: okulasi huruf T. Okulasi cara forhert, segi empat dan bulat.

Huruf T dan Forkert

3).Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan okulasi/tempelan
    Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap penempelan dapat dibagi menjadi tiga golongan :
a. Faktor lingkungan

Ø    Waktu penempelan
Pada umumnya penempelan dilakukan pada waktu cuaca yang cerah, tidak hujan, dan tidak di bawah terik matahari.

Ø    Temperatur dan kelembaban
Temperatur dan kelembaban yang optimal akan mempertinggi pembentukan jaringan halus, yang sangat diperlukan untuk berhasilnya suatu tempelan.
Temperatur yang diperlukan dalam penempelan berkisar antara 7,20 C-320 C, bila temperatur kurang dari 7,20 C pembentukan kalus akan lambat. Bila lebih dari 320 C pembentukan kalus juga lambat dan dapat mematikan sel-sel pada sambungan. Temperatur optimum pada penyambungan adalah 250C-300C.
Penempelan memerlukan kelembaban yang tinggi, bila kelembaban rendah akan mengalami kekeringan, dan menghambat/menghalangi pembentukan kalus pada sambungan karena banyak sel-sel pada sambungan mati.

Ø    Cahaya
Cahaya matahari berpengaruh pada waktu pelaksanaan penempelan berlangsung. Oleh karena itu penyambungan sebaiknya dilakukan pada waktu pagi atau sore hari pada saat matahari kurang kuat memancar dan sinarnya. Cahaya yang terlalu panas akan mengurangi daya tahan batang atas terhadap kekeringan, dan dapat merusak kambium pada daerah sambungan.


b).    Faktor tanaman 
Ø    Kompatibilitas dan inkompatibilitas
Pada umumnya batang atas dan batang bawah dari varietas yang sama akan menghasilkan tempelan yang kompatibel, dan biasanya gabungan tanaman/hasil tempelan yang dihasilkan akan hidup lama, produktif dan kuat.  Lawan dari kompatibel adalah inkompatibel.
Gejala-gejala inkompatibilitas antara dua tanaman yang di tempel antara lain :
1)    Gabungan antara species, varietas atau klou-klou yang tidak pernah membentuk sambungan.
2)    Gabungan antara dua tanaman dimana jumlah dari keberhasilan sambungan sangat kecil.
3)    Setelah sambungan tumbuh, tetapi tanaman tiba-tiba mati.
4)    Adanya perbedaan antara batang atas dan batang bawah dalam pertumbuhan vegetatif pada permulaan atau akhir musim.
5)    Adanya petumbuhan yang berlebihan di atas atau di bawah sambungan.
6)    Terjadi penghambatan tumbuh pada tanaman hasil sambungan (tanaman menjadi kerdil).

Ø    Keadaan fisiologi tanaman
Beberapa tanaman mengalami kesukaran untuk ditempelkan ke tanaman lain, karena jenis tanaman tersebut sulit membentuk kalus.

Ø    Pengelupasan kulit kayu
Pengelupasan kulit kayu sangat berpengaruh pada okulasi. Bila kulit kayu mudah mengelupas, kerusakan kambium pada batang atas dan batang bawah yang akan diokulasi dapat dihindari.

Ø    Penyatuan kambium
Agar persentuhan kambium batang atas dan batang bawah lebih banyak terjadi, maka diperlukan ukuran batang bawah dan batang atas dipilih yang hampir sama.

c).    Faktor pelaksana

 1.Keahlian
Kecepatan menyambung merupakan pencegahan paling baik terhadap infeksi penyakit dan kerusakan pada kambium.
 2.Kesempurnaan alat
Dalam penyambungan diperlukan ketajaman dan kebersihan alat, tali pengikat yang tipis dan lentur.

thumbnail
Tehnik Okulasi (grafting) Pada Tanaman Kehutanan Grafitng atau ent, istilah asing yang sering kita dengar itu, adalah menghubungkan b...
Baca Selengkapnya »

Pengantar Dasar Ilmu Kehutanan

on Kamis, 14 Maret 2013

 PENGERTIAN HUTAN
Pada hakekatnya hutan merupakan perwujudan dari lima unsur pokok yang terdiri dari bumi, air, alam hayati, udara dan sinar matahari (Rimbawan Indonesia,1966). Kelima unsur pokok inilah yang dinamakan PANCA DAYA. Sehingga menurut rimbawan Indonesia memanfaatkan hutan sebenarnya mengarahkan Panca Daya ini kepada suatu bentuk tertentu pada tempat dan waktu yang diperlukan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan manusia lahir dan bathin sebesar mungkin tanpa mengabaikan aspek kelestarian.
Hutan jadinya dapat disebut suatu areal diatas permukaan bumi yang ditumbuhi pohon-pohon agak rapat dan luas sehingga pohon-pohon dan tumbuhan lainnya serta binatang-binatang  yang hidup dalam areal tersebut memiliki hubungan antara satu dan lainnya das membentuk perseketuan hidup alam hayati dan lingkungannya (Junus dkk, 1984). Secara ringkas batasan hutan ialah komunitas tumbuh-tumbuhan dan binatang yang terutama terdiri dari pohon-pohon dan vegetasi berkayu lainnya yang tumbuh berdekatan satu dengan lainnya.
Sedangkan menurut undang-undang pokok kehutanan Indonesia yang diundangkan pada tahun 1967 batasan hutan (definisi) ialah “suatu lapangan bertumbuhan pohon-pohon yang secara keseluruhan merupakan persekutuan hidup alam hayati beserta alam lingkungannya dan yang ditetapkan oleh pemerintah sebagai hutan”. Undang-undang Kehutanan yang baru yaitu UU No 41 tahun 1999, yang dimaksud hutan adalah “suatu ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan”.
Untuk lebih mengetahui lebih dalam tentang pengertian hutan, berikut ini akan dikutip dari Ensiklopedi Indonesia (1982) :
a. Hutan adalah  sebuah masyarakat yang tumbuh rapat bersama,terutama terdiri atas pohon-pohon dan vegetasi berkayu     lainnya.
b. Hutan adalah sebuah ekosistem dengan ciri-ciri, pada penutup berupa pohon-pohon yang rapat dan luas.
c. Hutan adalah sebuah areal yang dikelola untuk produksi kayu dan hasil hutan lainnya atau dipelihara bagi tujuan   keuntungan tidak langsung, misalnya untuk perlindungan aliran sungai atau rekreasi.


d. suatu wilayah yang dinyatakan sebagai hutan melalui undang-undang.

MANFAAT HUTAN BAGI MANUSIA
Membicarakan manfaat hutan bagi manusia maka dapat dikatakan  bahwa hutan memberikan manfaat langsung dan manfaat tidak langsung. Manfaat langsung ialah manfaat dari hutan yang dapat langsung dinikmati oleh masyarakat seperti kayu, rotan, obat-obatan, buah-buahan, binatang buruan, damar, kulit kayu. Sedangkan manfaat tidak langsung merupakan manfaat dari fungsi hutan sebagai pengatur tata air dan pemelihara kesuburan tanah atau manfaat hidro-orologis dari hutan. Manfaat estetika, rekreasi, ilmu pengetahuan dan pengaruh hutan terhadap iklim.
Secara lebih rinci Hadipurnomo (1989) menguraikan manfaat kehadiran hutan di dunia bagi manusia yang berupa produksi hasil hutan dan jasa sebagai berikut:
a. Produksi hasil hutan meliputi antara lain :
1. Kayu, meliputi kayu bakar,  pertukangan,  industri.
2. Kulit kayu
3. Rotan
4. Getah, yang dapat diolah menjadi:
* Gondorukem
* Terpentin
* Kopal
* Kemenyan
* balsem
5. Minyak atsiri, antara lain :
* minyak kayu putih
* minyak eukaliptus
6. Daun, antara lain :
* daun murbei untuk makanan ulat sutera
* daun lamtoro, kaliandra untuk makanan ternak
* daun jati, untuk pembungkus
7. Buah, misalnya tengkawang untuk bahan kosmetika.


b. Jasa yang berupa :
1. Pengendali lingkungan seperti :
* pengendali bahaya banjir dan erosi
* reservoir alam
* perlindungan terhadap angin
* pembersih polusi udara
* paru-paru tempat ­pemukiman
2. Meningkatkan kesejaheraan dan kenyamanan hidup :
* membuat iklim mikro menjadi nyaman
* keindahan alam: Taman nasional, wisata
* mengurangi kebisingan suara ( kota, pabrik dsb)
* mengurangi silau cahaya matahari, lampu mobil dsb.
Didalam memanfaatkan sumber daya alam yang berupa hutan dimana manfaatnya tidak terbatas maka yang menjadi kendalanya ialah pengetahuan manusia itu sendiri. Di Indonesia misalnya diketahui ada sebanyak 4000 jenis kayu, 3593 jenis diantaranya belum dikenal, 407 jenis punya potensi ekonomis, hanya 120 jenis saja yang merupakan jenis perdagangan. Ini merupakan tantangan bagi rimbawan Indonesia untuk lebih giat meneliti dan mempromosikan kayu-kayu untuk dapat diperdagangkan. Contoh diatas baru dari jenis kayu yang ada didalam hutan Indonesia, belum lagi  potensi hutan Indonesia sebagai sumber gen atau plasma nutfah dan juga bagi kelangsungan hidup manusia di bumi ini.
Membicarakan pemanfaatan hutan hutan di Indonesia maka telah dibuat suatu kesepakatan yang dinamakan Tata Guna Hutan Kesepakatan (TGHK) sbb:
1. Hutan produksi Tetap                                    33.866.600 Ha     (17,54 %)
2. Hutan produksi Terbatas                              30.525.300 Ha     (15,81 %)
3. Hutan Lindung                                                30.316.100 Ha  (15,70 %)
4. Hutan suaka Alam & Wisata                       18.725.200 Ha     ( 9,70 %)
5. Hutan Konversi                                               30.537.400 Ha     (15,61 %)
6. Penggunaan Lahan Lain                                49.101.100 Ha     (25,64 %
                                                                             ——-­————-
Luas daratan Indonesia     =              193.071.700 Ha


                Menurut Soerjani (1992) yang meramu dari pemikiran Myers (1985) mengemukakan bahwa hutan memberi makna yang sangat mendalam dari fungsi dan potensi manfaat hutan  sebagai sumber  keanekaragaman alam hayati sbb:
a. EKOLOGI
1.Penyangga keseimbangan (kelentingan ekosistem: suhu, iklim, hayati)
2.Perlindungan kehidupan
3.Proteksi daerah aliran sungai
4. Pengendali erosi
5. Penyimpanan cadangan
6. Penyerap CO2 dan lain-lain gas/zarah
7. Penghasil 02 dan kesegaran umumnya
8. Kesuburan tanah
b. Manfaat langsung
1. Makanan: buah, buruan, sagu
2. Bahan obat dan penyegar
3. Kayu bakar
4. Bahan arang
5. Kayu bangunan
6. Bahan tenunan (serat, ulat sutera)
7. Pemeliharaan lebah
c. Industri
1. Industri kayu
2. Industri farmasi (obat penyegar, kosmetik, dll)
3. Industri kertas
4. Getah (karet)
5. Residu (mentol, terpentin)
6. Minyak (kayu putih, cengkeh, adas)
d. Lain-lain
1. Estetika, rekreasi, spiritual
2. Olah raga, Cinta Alam, Sejarah, Sosial budaya, Tannas.



Manfaat hutan juga dapat dijabarkan berdasarkan huruf yang ada pada kata Inggris dari hutan yaitu FOREST yang menurut seorang penulis diartikan sbb:
F  Forage  = makanan ternak                  
                O  Oksigen                                                
R  Recreation                                            
 E  Environment
S  Soil
 T  Timber
Jadi terlihat bahwa manfaat hutan bukan saja kayu tetapi juga manfaat lainnya seperti sumber makanan ternak, penghasil udara bersih melalui proses photosintesa, tempat rekreasi, memberikan perlindungan terhadap lingkungan seperti pengaturan tata air dan pemelihara kesuburan tanah dan pencegahan erosi dan bahaya banjir. Inilah yang sering disebut sebagai manfaat serba guna dari hutan.

KLASIFIKASI HUTAN
Dalam rangka memanfaatkan hutan bagi umat manusia maka para ahli kehutanan mengklasifikasikan hutan dalam berbagai macam hutan.  Mengklasifikasi sesuatu merupakan bagian penting suatu proses berpikir. Dalam hal ini maka hutan dapat diklasifikasikan berdasar  jenis pohon yang dominan, berdasarkan fungsi hutan, berdasar pemiliknya, berdasar permudaan,berdasar asal hutan, berdasar tinggi tempat, berdasarkan iklim
a. Hutan berdasarkan jenis pohon yang dominan
 Maka dikenal ada Hutan Jati, Hutan Pinus, Hutan Eucaliptus, yang menurut Sagala tidak dapat disebut sebagai hutan tetapi Kebun Kayu (Sagala, 1994).Ada yang menarik dalam Istilah kehutanan di Indonesia yaitu dikenal adanya Hutan Jati dan Hutan Rimba yaitu hutan selain hutan Jati., sehingga kayu selain kayu Jati disebut sebagai kayu Rimba.
b. Fungsi hutan
Menurut fungsi hutan maka hutan negara diklasifikasikan  oleh Menteri menjadi  empat jenis yaitu Hutan Lindung, Hutan Produksi, Hutan Suaka Alam dan Hutan Wisata (UUPK:5/1967). Sedangkan dalam undang-undang Kehutanan yang baru yaitu UUK No 41 tahun 1999, hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu : fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi.  Yang dimaksud dengan hutan konservasi meliputi hutan suaka alam, hutan pelestarian alam dan taman buru.
 1. Hutan lindung;
Ialah kawasan hutan yang karena keadaan sifat fisik alamnya diperuntukkan guna mengatur tata air, pencegahan bencana banjir dan erosi serta pemeliharaan  kesuburan tanah. Untuk ini maka kawasan hutan yang berada diatas ketinggian 500 Meter diatas permukaan laut harus dipertahankan sebagai hutan lindung. Penyimpangan dari ketentuan ini dapat dilakukan dengan mempertimbangkan a) letak dan keadaan hutan; b) Topografi; c) Iklim; d) keadaan dan perkembangan masyarakat dan hal lain yang akan ditetapkan lebih lanjut (PP 33, 1970)

2. Hutan Produksi
Ialah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya unuk pembangunan, industri dan ekspor. Misalnya hutan Jati (Tectona grandis), hutan Akasia (Acasia auriculiformis), hutan Sengon ( Albizzia falcataria), hutan Pinus (Pinus merkusii).
Dalam klasifikasi lebih lanjut dikenal adanya hutan produksi terbatas dan hutan produksi tetap yaitu pada areal hutan alam yang telah diberikan pada para pemeganang HPH yang menggunakan system TPTI . Perbedaan antara  hutan produksi  tetap dengan hutan produksi tidak tetap ialah di hutan produksi tetap diameter pohon yang boleh dipanen minimal 50 CM, sedangkan pada areal hutan produksi terbatas hanya pohon dengan diameter 60 CM- up yang boleh dipanen. 

3. Hutan Suaka Alam
Ialah kawasan hutan yang karena sifatnya khas diperuntukkan secara khusus untuk perlindungan alam hayati dan/atau manfaat-manfaat lainnya.    
Dalam hal ini dikenal adanya Cagar Alam dan Suaka Margasatwa. Cagar Alam ialah hutan Suaka Alam yang berhubungan dengan keadaan alamnya yang khas termasuk alam hewani dan alam nabati, perlu dilindungi untuk keperluan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Sedangkan yang dimaksud dengan Suaka Margasatwa ialah hutan Suaka Alam yang ditetapkan sebagai tempat hidupnya margasatwa yang mempunyai nilai khas bagi ilmu pengetahuan dan kebudayaan serta merupakan kekayaan dan kebanggaan nasional.  
4. Hutan Wisata
Ialah kawasan hutan yang diperuntukkan secara khusus untuk dibina dan dipelihara guna kepentingan pariwisata dan/ atau wisata buru.        
Hutan wisata yang memiliki keindahan alam, baik keindahan nabati, keindahan hewani, maupun keindahan alamnya sendiri mempunyai corak khas untuk dimanfaatkan bagi kepentingan rekreasi dan kebudayaan disebut Taman Wisata.
Hutan Wisata yang di dalamnya terdapat satwa buru yang memungkinkan diselenggarakan perburuan yang teratur bagi kepentingan rekreasi disebut Taman Buru.
Berdasarkan Rencana Pengukuhan dan Penatagunaan Hutan di Propinsi Kalimantan Timur, maka direncanakan luas untuk masing-masing fungsi hutan adalah sbb:
No
Klasifikasi areal
Luas areal (Ha)
Persentase (%)
1
Hutan Lindung
3.062.630
17,20
2
Hutan Suaka Alam
1.835.600
8,70
3
Hutan Produksi Terbatas
4.826.100
22,89
4
Hutan Produksi Tetap
5.578.700
26,46
5
Hutan Produksi yang dapat dikonversi
5.217.900
24,75
Total wilayah kawasan Kalimantan Timur
21.084.600
100,0

c. Berdasarkan pemiliknya
Atas dasar pemiliknya maka hutan dapat diklasifikasikan dalam hutan negara, hutan milik, dan hutan masyarakat.
Hutan negara ialah kawasan hutan dan hutan yang tumbuh di atas tanah yang tidak dibebani hak milik.


Hutan milik ialah hutan yang tumbuh di atas tanah yang dibebani hak milik. Menurut Junus dkk (1984) hutan milik umumnya disebut sebagai hutan rakyat yaitu hutan-hutan yang terletak di luar kawasan hutan negara. Sedangkan hutan masyarakat ialah hutan yang dimiliki oleh masyarakat sebagai kumpulan orang-orang yang terhimpun dalam suatu badan hukum. Badan hukum rakyat yang berhubungan dengan hutan adalah hak ulayat, sepanjang hak ulayat itu masih ada.
 
d. Berdasarkan permudaannya
Dikenal adanya hutan buatan (Artificial Forest) dan hutan alam (Netural forest). Hutan buatan ialah hutan yang terbentuk oleh karena campur tangah manusia maka hutannya sering disebut dengan Hutan Tanaman, misalnya hutan Jati, hutan Mahoni, Hutan Sengon dll.
Hutan alam ialah hutan yang berasal dari permudaan alami. Misalnya dikenal adanya hutan alam Jati (walupun hutan Jati alam di P. Jawa ditanam oleh manusia). Hutan alam Pinus di Aceh, Hutan Dipterokarpa, Hutan Bambu, Hutan Eukaliptus di Maluku.

e. Berdasarkan asal hutan
Hutan yang berasal dari biji disebut Hutan Tinggi. Tegakan hutan yang berasal dari “trubusan” atau tunas disebut hutan rendah. Sedangkan tegakan hutan yang berasal dari biji maupun dari trubusan disebut dengan hutan campuran.
Hutan trubusan misalnya Hutan Jati, Hutan Lamtoro, biasanya digunakan pada usaha kehutanan yang ditujukan untuk produksi kayu bakar.

  f. Berdasarkan tinggi tempat
                Menurut Manan (1998) yang mengacu pada pendapat Junghuhn, berdasarkan tinggi tempat dari permukaan laut dikenal adanya empat zona tipe-tipe vegetasi   yaitu:
1)       Zone Panas (0-700 m dpl).
1.1    Hutan Bakau (Mangrove) di pantai dengan jenis pohon : Avicennia marina, A. officinalis, Rhizophora mucronata, R. conjugata, Bruguiera gymnorrhiza, B. Parviflora, Sonneratia spp., Ceriops candolleana, Carapa spp.,  Heritiera spp., Excoecaria spp., Xylocarpus granatum. Dibelakangnya terdapat Nipa fructicans dan Alstonia scholaris.
1.2    Hutan Pantai di belakang hutan Bakau yang berisis jenis-jenis : Dodonaea viscosa (tengsek), Gluta rengas, Calophyllum inophyllum (Nyamplung), Barringtonia tiliaceus, Terminalia catappa (ketapang), Casuarina equisetifolia (Cemara laut), Oncosperma filamentosa (nibung), Arenga obtusifolia (lengkap), Corrypha gebanga (gebang), Borassus flabellifer (lontar).
1.3    Dataran rendah terdapat padang rumput, belukar dan hutan rendah, dengan jenis-jenisnya: Talok (Grewia celtidifolia), Ploso (Butea monosperma), Kemloko ( Phyllanthus emblica), Sengon ( Albizzia stipulata), Waru ( A. procera), Trengguli (Cassia fistula), Johar (Cassia siamea), Bungur (Lagerstoemia speciosa), Stercullia spp, Dillenia spp, Ficus spp.
1.4    Hutan tinggi yang terdapat sesudah dataran rendah terdiri atas species:Albizzia spp dan Acacia leucophloea. Di daerah dengan iklim kering yang nyata, iklim musim, terdapat hutan jati (Tectona grandis) Jenis lain yang menggugurkan daun ialah Pilang, Klampis, Albizzia spp, Kesambi (Schleichera oleosa), Walikukun (Actinophora fragrans)
2)       Zone Sedang (700-1500 M dpl).
Padang rumput dengan belukar dari jenis-jenis : Padang rumput belukar dari jenis : Alsophila sp., Cyathea sp., Hemithelia sp., Phyllanthus emblica. Sedangkan hutan tinggi dengan famili : Myristicaceae, Tiliaceae,  Sapotaceae, Annonaceae, Michelia spp. Mangliaetia spp., Euphorbiaceae, Theaceae, Dipterocarpaceae, Canarium altissimuns. Di daerah paling atas terdapat Quercus spp, Podocarpus spp, dan famili Lauraceae.
3)       Zone Sejuk (1500-2500 M dpl)
Hutan tinggi dengan jenis-jenis: Podocarpus spp, Lauraceae, Casuarina junghuniana. Hutan ini ditandai dengan banyaknya epifit, paku-pakuan, lumut dan parasit-parasit. Di Jawa Timur terdapat hutan cemara gunung yaitu Casuarina junghuniana.
4)       Zone Dingin (2500 –3300 me dpl: batas pohon).
Terdapat di puncak-puncak gunung dengan jenis-jenis : Ternstroemiaceae (Eurya sp.) Tilliaceae , Rosaceae, Ercaceae, Compositae, Leguminosae (Albizzia Montana), Sapindaceae, Paku pohon.
Samingan (1971) mengklasifikasikan hutan berdasarkan tinggi tempat dunia sebagai berikut:
1) 0 — 600 m dpl, hutan dataran rendah.
2) 600 — 1400 M dpl, hutan pegunungan rendah.
3) 1400 — 3000 M dpl, hutan pegunungan tinggi.
4) 3000 — 4000 M dpl, hutan sub alpin
5) 4000 M dpl keatas, hutan Alpin



Sedangkan menurut Simon (1978), atas dasar ketinggian tempat di Indonesia maka dikenal adanya :
1) vegetasi litoral (terendam)
2) Hutan Payau (Mangrove forest)
3) Hutan Rawa ( Swamp forest)
4) Hutan Gambut ( Peat swamp forest)
5) Hutan dataran rendah (Low land forest)
6) Hutan dataran tinggi (Lower mountain forest)
7) Hutan Pegunungan ( Upper mountain forest)

Berikut ini akan diuraikan secara umum mengenai vegetasi hutan berdasarkan atas dasar letak dari ketinggian tempat (penyebaran secara vertikal) sbb:

f.1. Hutan Payau
Hutan ini sering juga disebut dengan hutan Bakau atau hutan Mangrove, karena adanya jenis Bakau yang mendominasi tegakan hutan ini. Hutan payau tumbuh di daerah pantai yang selalu tergenang air laut. Terpengaruh pasang surut. Tidak dipengaruhi oleh iklim. Tanahnya berlumpur, berpasir, atau lumpur berpasir. Hutan ini hanya mempunyai satu sratum tajuk. Pohon dapat mencapai 30 meter. 
Menurut Arief (1994) pada hutan payau terdapat campuran air tawar dari sungai dengan air laut.Karena tidak terdapat ombak besar di pantai maka terjadi pembentukan hutan ini. Daun dari pohon yang tumbuh umumnya berdaun tebal, hal ini merupakan usaha pohon-pohon tersebut dalam rangka adaptasi evaporasinya.
Komposisi hutan payau ini mulai dari laut kedarat adalah : Rhizhopora, Avicenia, Sonneratia, Xylocarpus, Lumnitzera, Bruguiera. Tumbuhan bawah terdiri dari Acrostichum aureum, Acanthus lucifolia. Sementara Nypa merupakan batas antara hutan  Payau dengan hutan Rawa yang berada dibelakangnya. Susunan formasi seperti ini ada hubungannya dengan kadar garam yang dikandung dalam air payau tersebut semakin dekat pantai kadar garam semakin berkurang.


Jenis pohon lain yang tumbuh di hutan payau ini ialah Avicennia marina (api-api), Rhizophora stylosa (bakau), Bruguiera (tancang), Xylocarpus granatum (nyirih), Sonneratia (repat)
Di Indonesia berdasarkan catatan yang ada, pada tahun 1980 terdapat sekitar 3,8 juta hektar hutan payau yang tersebar seperti pada Tabel  berikut ini:


Tabel Penyebaran Hutan Mangrove di Indonesia
NO
Pulau/Daerah
Luas (Ha)
Persentase
1
Sumatra
400.000
10.5
2
Kalimantan
275.000
7,2
3
Jawa
40.441
1,1
4
Sulawesi
53.000
1,4
5
Maluku
100.000
2,6
6
Irian Jaya
2.934.000
77,1
7
Nusa Tenggara
3.678
0,1
Total
3.806.119
100,0

f.2. Hutan Rawa
Hutan rawa dijumpai pada daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak terpengaruh iklim. Umumnya terletak dibelakang hutan Payau, dengan jenis tanah aluvial. Tegakan hutan selalu hijau dengan pohon yang tingginya dapat mencapai 40-60 meter. Hutan rawa mempunyai beberapa stratum dan bentuknya hampir menyerupai hutan hujan. Dijumpai pohon-pohon yang mempunyai akar lutut yang berguna untuk bernafas karena adanya rongga.
Hampir dapat dijumpai di seluruh Indonesia dengan daerah-daerah penyebaran yang luas di Sumatera bagian Timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan bagian selatan Irian Jaya.




Jenis-jenis yang terdapat pada tipe hutan rawa ini antara lain: Xylopia spp, Palaqium leicarpum, Shorea uliginosa, Campnosperma macrophylla, Garcinia spp, Eugenia spp, Canarium spp, Koompasia spp, serta Calophyllum spp.


f.3 Hutan Gambut
Hutan Gambut merupakan hutan yang tumbuh pada areal dimana  air menggenang dalam keadaan asam yaitu dengan pH rata-rata 3,5 – 4,0. Di Indonesia hutan Gambut terbentuk pada daerah dengan tipe iklim A dan B dan tanah Organosol dengan lapisan gambut lebih dari 50 Cm, misalnya dijumpai di pantai Timur P. Sumatra memanjang dari utara sampai selatan.
Di Kalimantan mulai bagian utara Kalimantan Baratt sejajar panttai memanjang ke selatan dan ketimur sepanjang panttai selatan sampai bagian hilir aliran S. Barito. Sedangkan di Irian Jaya dijumpai di bagian selatan.
Gambut terbentuk  karena adanya pohon yang tumbang dan tenggelam kedalam lumpur dimana hanya terdapat sedikit oksigen. Hal ini menyebabkan proses pelapukan oleh jazad renik tidak berjalan dengan sempurna maka tumpukan serasah dan tumbuhan itu lama kelamaan berubah mejadi gambut yang dapat mencapai ketebalan 20 meter.Di negara Belanda, Jerman gambut sudah diusahakan sebagai bahan bakar, gambut tersebut dibuat menjadi briket lalu dikeringkan.
Jenis pohon yang dijumpai dihutan gambut Indonesia adalah Alstonia spp, Dyera spp, Durio carrinatus, Palaqium spp, Tristania spp, Eugenia spp, Cratoxylon arborescens, Myristica.
Di Kalimantan barat jenis yang terkenal dari hutan gambut ini ialah Ramin (Gonistylus sp).)
Rusia merupakan negara yang mempunyai hutan gambut paling luas di dunia, mencapai 60% luas gambut dunia, sedangkan Kanada hutan gambut mencapai 136 juta Ha.
               
f.4. Hutan Rawa
Hutan rawa dijumpai pada daerah yang selalu tergenang air tawar, tidak terpengaruh iklim, umumnya terletak di belakang hutan Payau, dengan jenis tanah alluvial. Hutan rawa merupakan habitat tumbuhan yang didirikan adanya aerasi air dan udara yang jelek. Di jumpai tumbuhan yang berakar lutut yang tunasnya terendam air tetapi bisa bernafas karena adanya rongga. Pohon-pohon mempunyai tajuk berlapis dan bisa mencapai tinggi 50-60 M.


Jenis-jenis tumbuhan yang ada seperti Adina sp, Alstonia sp, Dyera sp, Palaqium lesiocarpum, Eugenia spp, Canarium spp., Metroxylon spp., Garcinia spp., Pandanus.
Hutan rawa banyak dijumpai hampir di seluruh Indonesia seperti di Sumatra bagian timur, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, bagian selatan Irian Jaya.

f.5. Hutan Pantai
Dijumpai pada daerah pantai yang kering. Tidak terpengaruh iklim, tanah berpasir dan berbatu dan terletak pada daerah diatas garis pasang tertinggi. Hutan ini dijumpai di pantai selatan Jawa, pantai barat Sumatra, pantai Sulawesi.   
Jenis pohon yang menjadi ciri hutan pantai ini ialah Baringtonia speciosa, Terminalia catappa, Calophyllum inophyllum, Hibiscus tiliacius, Casuarina equisetifolia dan Pisonia grandis. Banyak juga dijumpai Pandanus tectonicus, demikian juga epiphit dan anggrek.

g. Berdasarkan iklim/penyebaran hutan dunia
Yang dimaksud dengan iklim ialah suatu keseluruhan dari keadaan atmosfir dalam jangka waktu panjang dan empat yang berlainan. Sering kali iklim dikemukakan sebagai keadaan rata-rata dari cuaca, bahkan lebih luas lagi iklim meliputi keadaan-keadaan ekstrim dari tiap-tiap unsur cuaca seperti suhu maksimum dan minimum, kelembaban maksimum dan minimum ( M. Hasan,1970). Sedangkan yang dinamakan cuaca ialah keadaan fisis dari atmosfir pada suatu saat yang pendek dan suatu empat tertentu, jadi menunjukkan perubahan jangka pendek dari unsur-unsur iklim.
Cuaca dan iklim suatu tempat terbentuk dari ramuan berbagai unsur seperti suhu, tekanan, kelembaban presipitasi, penguapan, keawanan dan radiasi. Unsur-unsur itu dinamakan unsur cuaca dan iklim. Cuaca berubah dari hari ke hari dan iklim berubah dari tempat ketempat yang disebabkan oleh perbedaan besarnya, kekuatannya dan daerah penyebarannya dari unsur-unsur cuaca dan iklim terutama sekali suhu dan presipitasi.


Unsur iklim berbeda dari tempat ketempat karena adanya pengendali iklim.  Pengendali iklim tersebut ialah a) lintang bumi, b) penyebaran daratan dan perairan, c)kekasaran bumi, d) gunung-gunung atau pegunungan, e) pusat-pusat tekanan tinggi dan tekanan rendah, f) letak ketinggian, g) arus laut, h) berbagai bentuk hujan dan angin.
Sedangkan unsur-unsur iklim itu sendiri ialah a) suhu, b) tekanan udara, c) kelembaban, d) presipitasi, e) angin.
Dalam kaitannya dengan vegetasi hutan maka iklim suatu tempat akan mempengaruhi pembentukan tipe hutan disamping juga dipengaruhi oleh keadaan dan sifat tanah.  Maka dalam klasifikasi huttan berdasarkan iklim digunakan daerah iklim yang mendasarkan kepada suhu-suhu rata-rata (bulanan), curah hujan (setahun), dan lamanya bulan basah/kering (setahun).
Yang dimaksud dengan bulan basah ialah apabila jumlah curah hujan lebih dari 100 mm. Sedangkan yang dimaksud dengan bulan kering ialah bila jumlah curah hujan dalam bulan tersebut kurang dari 60 mm.
Dalam mengklasifikasikan hutan berdasarkan iklim maka dikenal adanya a)hutan tropika, b) hutan sub-tropika, c) hutan campuran daerah beriklim sedang, d) hutan daun jarum daerah beriklim sedang, e) hutan daun jarum daerah boreal (Junus dkk, 1984).

a) Hutan Tropika
Yang dinamakan daerah tropika ialah daerah di permuka­an bumi yang berada diantara 23o27LU dan 23O27LS. Dalam hal ini maka iklim tropika sangat mempengaruhi zone tropis . Yang menjadi ciri daerah tropika dalam kaitannya dengan iklim tropis ialah dicirikan dengan adanya suhu rata-rata bulanan yang lebih besar dari 20O C.
Untuk diketahui bahwa luas hutan di bumi diperkirakan 3.604,7 juta Ha. Yang terdiri Hutan Boreal 920 juta Ha, Hutan beriklim sedang seluas 746,7 juta Ha dan hutan Tropika seluas 1.937 juta Ha.  ­Jadi hutan tropika ada sebanyak 53,7% dari total hutan di dunia.


Atas dasar klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Koppen maka hutan tropika dapat dibagi lagi menjadi :
a.1. Hutan tropis basah
a.2. Hutan tropis basah gugur daun
a.3. Hutan sabana
a.4. Hutan Belukar dan berduri.

a.1. Hutan tropis basah
Hutan ini kaya akan jenis. Menurut Junus dkk (1984) dalam l hektar hutan dijumpai lebih dari 40 jenis, bahkan pohon dengan diameter lebih dari 10 Cm kadang-kadang lebih dari 100 jenis. Keanekaragaman hayati hutan tropis basah ini tinggi.
 Atas dasar perkiraan kasar di Indonesia terdapat 10% dari semua jenis tumbuhan yang terdapat di Bumi, 12% dari semua jenis hewan menyusui, 16% dari semua jenis hewan melata dan ampibhi, dan 17% dari semua jenis burung (Soemarwoto,1992).
Di dunia diketahui ada 3 formasi hutan tropis basah yang luas yaitu : American Rain Forest, Africa Rain forest, dan Indo Malaya Rain Forest.
Iklim tempat hutan tropis basah terbentuk menurut Koppen adalah Af, dengan ciri sbb:
-suhu bulanan rata-rata 20OC – 25OC
-curah jujan 2000 mm — 5000 mm per tahun.
Jenis pohon utama di Asia Tenggara ialah Diperocarpus spp, dan Shorea spp; sedangkan di Afrika ialah Terminalia spp., Khaya spp.; dan di Amerika ialah Swietania spp., Cadrela spp.
Atas dasar letak hutan dari permukaan laut, maka hutan hujan tropika dibedakan dalam 3 (tiga) zone, yaitu :
Zone I   : 0 – 1000 M dpl merupakan hutan tropis dataran rendah.
Zone II  :  1000 – 3.300 M dpl, hutan tropis basah pegunungan rendah.
Zone III : 3.300 – 4.100 M dpl, ht tropis basah pegunungan tinggi

a.l.l. Hutan Tropis Basah dataran rendah


Di Indonesia hutan ini dijumpai di  pulau Sumatra, Kaliman­tan, tali Abu, Mangole, Sanana, Obi, Buru, dan Seram. Jenis utama yang mendominasi hutan ini ialah dari famili Dipterocarpaceae seperti Shorea spp, Dipterocarpus spp, Hopea spp, Vatica spp, Driobalanops spp, dan Cotylelobium spp.
Jenis pohon lain yang juga banyak dijumpai dalam zone hutan ini ialah Agahis spp, Kompassia spp, Dyera spp, Lauraceae, dan jenis-jenis Myrtaceae , Myristicaceae dan Ebenaceae.
Di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara terdapat jenis Altingia, Bisschofia, Castanopsis, Ficus, Gossampius serta famili Caesalpi­naceae dan Leguminoceae.
Di Indonesia bagian timur yang meliputi Sulawesi, Maluku dan Irian Jaya, hutan tropis basah ini merupakan hutan campuran dengan jenis-jenis pohon seperti Palaqium, Pometia pinnata, Instia spp, Diospyros spp, Koordersiodendron pinnatum dan Canarium spp.


a.1.2 Hutan tropis Basah Pegunungan Rendah
Jenis-jenis pohon yang dijumpai pada tipe hutan tropis basah pegunungan tinggi ini ialah Quercus, Castanopsis, Nothofagus,dan jenis-jenis dari Magnoliaceae dan Ulmus.
Pada beberapa tempat terdapat kekhususan sendiri seperti di Aceh dan Sumatra Utara tumbuh jenis Pinus merkusii.Di Jawa Tengah terdapat jenis Albizzia montana, dan Anaphalis javanica. Dibeberapa tempat di Jawa Timur dijunpai jenis Cassuarina junghuniana(cemara gunung). Di Sulawesi terdapat kelompok Aghatis dan Podocarpus.
Di Indonesia bagian Timur dijumpai jenis-jenis Trema, Vaccinium, Podocarpus imbricatus. Famili Dipterocarpaceae hanya dapat dijumpai pada beberapa tempat sampai ketinggian 1.200 M dpl.

a.1.3 Hutan Tropis Basah Pegunungan Tinggi
Hutan pada zone ini umumnya merupakan kelompok hutan yang terpisah-pisah oleh padang rumput atau belukar.


Di Irian Jaya pada hutan ini dijumpai jenis-jenis Dacridium spp, Libocedrus spp, Phyllocladus spp, Podocarpus spp. Disamping Conifer terdapat jenis-jenis Dicotyledoneae, Eugenia spp, Callophyllum spp, dan Vaccinium spp.
Di Indonesia bagian barat pada ketinggian diatas 1.300 M dpl pada umumnya terdapat kelompok-kelompok tegakan Leptospermum spp, Tristania spp, dan Phyllocladus spp.

a.2. Hutan tropis basah gugur daun              
Terdapat di Asia Tenggara, Afrika dan Amerika, tumbuh pada daerah yang beriklim Am (menurut klasifikasi Koppen).
Iklim Am mempunyai ciri-ciri, curah hujan dalam seta­hun 1.250 – 2.000 mm, suhu rata-rata bulanan 20o – 27oC, peri­ode  kering antara 4 – 6 bulan.
Jenis pohon utama yang tumbuh di Asia Tenggara ialah Jati(Tectona grandis). Di Amerika yaitu di New Mexico, Brazilia, Argentina Swietenia spp. Di Ausralia Eucalyptus spp. Di Afrika jenis utamanya ialah Khaya spp., Isobernalia spp.
Atas dasar ketinggian tempat maka hutan musim di Indonesia dibedakan adanya 2 (dua) zone yaitu :
Zone I  : 0 – 1000 M, hutan musim dataran rendah
zone II : 1000 – 4.100, hutan musim pegunungan rendah dan tinggi.
Hutan musim dapat dijumpai di Indonesia misalnya di Jawa Tengah, Jawa Timur, Nusa Tenggara dan sebagian kecil pulau lain seperti di Maluku bagian Tenggara, Irian bagian selatan yaitu di Tanah Merah.
Hutan didominasi oleh jenis pohon yang pada musim kering menggugu­rkan daun. Hutan ini kaya dengan tumbuhan merambat yang berkayu dan tumbuhan herba. Di dalam hutan terdapat dua lapisan tajuk yang jelas.
Apabila menggunakan klasifikasi iklim berdasarkan Smith dan Ferguson maka hutan musim ini dapat dijumpai pada daerah yang mempunyai tipe iklim C dan D.

a.2.1 Hutan musim Dataran Rendah


Di pulau Jawa Tectona grandis, Acasia leucophoea, Actino­phora fragans, Albizia chinensis, Caesalpinia digyna merupakan jenis-jenis pohon yang menjadi ciri hutan musim. Sedangkan di Nusa Tenggara jenis-jenis pohon yang menjadi ciri  hutan musim ini ialah antara lain : ­Eucalyptus deglupta, Santalum album (Cendana). Di Maluku dan Irian Jaya ialah Melaleuca leucadendron, Caryphautan,dan Timonius cerycus.

a.2.2 Hutan musim Pegunungan  rendah dan tinggi
Jenis-jenis pohon yang dijumpai  dan merupakan ciri dari hutan ini untuk daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur ialah Casuarina junghuniana. Di Indonesia bagian Timur Eucalyptus spp, di Sumatra Pinus merkusii.

a.3. Hutan Sabana.
Terdapat di Amerika Selatan, Amerika Utara, Asia Tenggara, Afrika, Ausralia dan Eropa. Pada daerah-daerah dengan iklim yang dicirikan dengan suhu bulanan rata-rata – 15oC – 25oC, curah hujan per tahun 900 – 1000 mm dan periode kering 4 – 5 bulan.

a.4. Hutan belukar dan berduri.
Terdapat di Amerika Selatan, Asia pada daerah dengan curah hujan setahun kurang dari 1000 mm, periode kering lebih dari 6 bulan. Jenis yang tumbuh seperti:
Cactus spp, Mimosa spp, Acasia spp, Bombax spp, Euphorbiaceae, Caesalpinia spp.
b) Hutan sub-tropika
Ciri Iklim dari hutan sub-tropika ialah suhu bulanan rata-2 berkisar antara 10 – 20oC, curah hujan 250 mm – 1000 mm per tahun, terdapat di Florida , Chili, Brazilia Tenggara, dan di pegunungan Andes pada daerah dibawah 1500 m dpl. 

c) Hutan campuran daerah beriklim sedang
Terdapat di Amerika Utara, Amerika Latin, Afrika, Ausralia, dan Eropah. Jenis pohon yang tumbuh antara lain Pinus spp, Larix spp, Podocarpus spp, Eucalyptus spp, Notofagus spp.



d) Hutan daun jarum daerah beriklim sedang
Daerah hutan ini mempunyai suhu rata-rata -10oC – 20oC, jurah hujan berkisar 150 mm – 1000 mm per tahun. Jenis pohon yang tumbuh antara lain : Pinus spp, Picea spp, Larix spp, Podocarpus spp, Agahis spp.

e) Hutan daun jarum daerah boreal
Hutan ini terdapat di daerah sebelah utara 60o LU, mempunyai iklim dengan ciri suhu rata-rata bulanan antara -20oC – 10oC, curah hujan yang tinggi. Jenis yang tumbuh:Pinus spp, Picea spp, Abies spp, dan Larix spp.
thumbnail
 PENGERTIAN HUTAN Pada hakekatnya hutan merupakan perwujudan dari lima unsur pokok yang terdiri dari bumi, air, alam hayati, udara ...
Baca Selengkapnya »